Merdeka.com
Kisah
keadilan di Kota Tegal seharga Rp 5 juta
Ini kisah Imam Budiarto yang
berusaha mencari keadilan pada kasus yang menimpa anaknya. Anaknya adalah satu
dari tiga ABG di Tegal, Jawa Tengah yang dijatuhi pidana selama 4 tahun dalam
kasus pemerkosaan.
Kejadian bermula dari kedekatan pemuda berusia 20
tahun, sebut saja A dengan B, seorang gadis ABG berusia 16 tahun. Hubungan
keduanya pun sudah terlalu dan mengakibatkan orangtua B menyuruh A untuk
meninggalkan anaknya. Tak hanya itu, orang tua B juga meminta uang Rp 1.500.000
kepada A untuk mengurus biaya pindah sekolah B dengan surat perjanjian
disaksikan Ketua RT setempat.
Namun dalam perjanjian tersebut, A ternyata
mengingkarinya. Dan kasus tersebut dilaporkan orangtua B ke Polisi.
Kasus mulai terjadi saat A dalam pemeriksaan di
kepolisian menyebut bahwa teman-temannya juga ikut menggauli B. Sebut saja X, Y
dan Z yang berusia antara 15 hingga 17 tahun.
Ketiga ABG itu pun akhirnya dipanggil dan dimintai
keterangan oleh pihak kepolisian tanpa didampingi oleh orangtua atau pengacara.
Bahkan tidak ada surat pemanggilan resmi hanya sekadar ditelepon agar X, Y dan
Z datang ke kantor polisi.
"Apakah dibenarkan pembuatan BAP untuk anak di
bawah umur tidak didampingi? Dan apakah benar seseorang dipanggil kepolisian
tanpa surat panggilan tapi via telepon? Dan apakah selama pemeriksaan sang anak
yang masih di bawah umur mampu menerima tekanan psikologis karena mendapat
pertanyaan dari kepolisian yang notabene hanya disuruh mengakui semua perbuatan
yang dilaporkan oleh ibu korban (Orang tua A)," ujar Imam Budiarto,
orangtua dari salah satu ABG tersebut kepada merdeka.com, Rabu (8/5).
Menurut Imam, anaknya dan kedua temannya dipaksa
menandatangani karena dikatakan agar prosesnya cepat dan hukumannya ringan.
Singkat cerita kasus pun maju ke meja hijau.
"Anak-anak kami disidang terpisah dengan A. Yang
kami herankan adalah anak-anak kami disidang terlebih dahulu sebelum A sebagai
orang dewasa dan terdakwa utama kasus ini. Apakah dibenarkan dalam hukum di
Indonesia pelaku utama di sidang belakangan?" ujar Imam.
Namun karena tidak adanya biaya, Imam dan dua orangtua
lainnya tidak dapat membayar pengacara agar dapat mendampingi anak-anaknya.
Namun dari Pengadilan Negeri Tegal akhirnya memberikan pengacara gratis dari
negara.
Namun mereka pun menyayangkan sikap sang pengacara
prodeo tersebut karena selama proses persidangan tidak ada pembelaan sedikitpun
dari pengacara tersebut. Bahkan sesudah sidang pertama pengadilan, sang
pengacara mengumpulkan para orang tua terdakwa dan menawarkan 'jasa' dengan
imbalan sejumlah uang agar dapat diperingan hukumannya.
"Katanya sih untuk hakim dan jaksanya. Kata
pengacara tersebut 'ada uang di atas 5 juta? Kalau ada hukuman bisa ringan'.
Maksudnya adalah Rp 5 juta tiap terdakwa. Sayang sekali karena tidak memiliki
uang untuk membeli keadilan di kota Tegal ini. Sampai kamipun tidak dapat
membayar pengacara," ujar Imam.
Dalam sidang pengadilan sendiri, orangtua ketiga ABG
tersebut menyakini kasus yang membelit anaknya bukan pemerkosaan. Karena A
adalah pacar B. Dan perbuatan mereka sudah sering dilakukan atas dasar suka
sama suka. Dan B sering melakukan hal tersebut dengan teman-teman A dalam
beberapa kesempatan.
"Perbuatan yang dituduhkan terhadap anak kami
yaitu bulan Oktober 2013, dilakukan dalam posisi berdiri di pekarangan yang
tidak jauh dari pemukiman penduduk. Jadi kalau benar terjadi pemaksaan
(pemerkosaan), B bisa berteriak atau lari mencari pertolongan," terangnya.
"Waktu sidang pengadilan B perbuatan perkosaan
yang dituduhkan kepada anak kami tidaklah terbukti," terangnya.
Pengadilan Negeri Tegal pada tanggal 2 April 2013 menyatakan
bahwa X, Y dan Z bersalah dan dijatuhi hukuman selama 4 tahun dengan nomor
putusan 11/Pid.Sus/2013/PN.Tgl dan No. 12/Pid.Sus/2013/PN.Tgl.
"Kami tidak kuat melihat anak kami membenturkan
kepala mereka di dinding penjara karena menyesal atas kejadian yang mereka
sendiri tidak tahu akibatnya. Anak kami merupakan korban dari A yang menawarkan
B. Anak kami pun seharusnya dilindungi UU karena masih di bawah umur," ujar
Imam.
Menurut Imam banyak kejanggalan dalam kasus yang
membelit anaknya tersebut. Namun dirinya hanya bisa duduk kursi pengunjung
sidang tanpa bisa berbuat apa-apa.
ANALISA
- Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Keadilan pada cerita
diatas adalah Ayah yang
berusaha mencari keadilan pada kasus yang menimpa anaknya. Anaknya adalah satu
dari tiga ABG di Tegal, Jawa Tengah yang dijatuhi pidana selama 4 tahun dalam
kasus pemerkosaan.
Pemerintah yang
memberikan bantuan sosial kepada orang yang membutuhkan bantuan hukum.
Karena bantuan tersebut harus benar-benar sampai kepada orang yang membutuhkan
sehingga tidak ada pemerintah yang mengambil jatah yang bukan menjadi haknya.
Kecurangan yang terjadi pada kejadian ini adalah karena tidak adanya biaya, Imam dan dua orangtua
lainnya tidak dapat membayar pengacara agar dapat mendampingi anak-anaknya.
Namun dari Pengadilan Negeri Tegal akhirnya memberikan pengacara gratis dari
negara.
Namun mereka pun menyayangkan sikap sang pengacara
prodeo tersebut karena selama proses persidangan tidak ada pembelaan sedikitpun
dari pengacara tersebut. Bahkan sesudah sidang pertama pengadilan, sang
pengacara mengumpulkan para orang tua terdakwa dan menawarkan 'jasa' dengan
imbalan sejumlah uang agar dapat diperingan hukumannya.
Berikut ini adalah ucapan yang saya kutip dari Imam Budiarto yang
berusaha mencari keadilan pada kasus yang menimpa anaknya:
"Kami tidak kuat melihat anak kami membenturkan
kepala mereka di dinding penjara karena menyesal atas kejadian yang mereka
sendiri tidak tahu akibatnya. Anak kami merupakan korban dari A yang menawarkan
B. Anak kami pun seharusnya dilindungi UU karena masih di bawah umur," ujar
Imam. Pembalasan bagi orang-orang yang tidak jujur atau
curang, yang suka mengambil hak orang lain akan mendapat balasannya dari Tuhan Yang Maha Esa.
Nama: Nico Tri Ganda Limbong
NPM: 1A113149
Kelas: 4KA38